Banyak Anak Muda Tidak Mau Jadi Guru. Mengapa?

Pemerintah mulai cemas karena jumlah guru dan pendidik semakin menyusut, terlebih jumlah formasi guru saat CPNS banyak yang kosong.

Muh Suluh Jati
4 min readMar 9, 2022
Photo by Adam Winger on Unsplash

Profesi guru adalah sebuah profesi yang mulia. Selama puluhan tahun di banyak negara, profesi guru menjadi salah satu profesi yang paling digandrungi. Di Indonesia sendiri, profesi ini selalu jadi primadona dan bersaing dengan profesi lain seperti polisi, tentara, dsb.

Katadata pun merilis survey peminatan profesi guru dari beberapa negara di dunia. Hasilnya, profesi guru di Indonesia tergolong cukup tinggi dan masuk dalam lima besar di dunia. Artinya, masyarakat masih memandang profesi guru sebagai profesi yang menjanjikan.

Namun, sayangnya profesi ini kini mulai ditinggalkan. Hasil survey peserta UN tahun 2019 yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa hanya 11% dari siswa yang ingin menjadi guru. Hal ini dibenarkan oleh Totok Suprayitno, Kepala Badan Penelitan dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemendikbud, yang menyatakan bahwa animo milenial terhadap profesi guru menurun. Beliau menyebut bahwa fenomena ini adalah sebuah “warning” bahwa harus ada penyelesaian agar tidak berlanjut menjadi polemik yang justru akan mematikan profesi mulia ini.

Mengapa Bisa Terjadi?
Semakin canggihnya teknologi membawa perubahan yang hebat pula. Hal ini juga mengubah pola pikir generasi muda dalam merancang karir masa depannya. Dampak internet, salah satunya Youtube, yang cepat dan praktis juga telah mengubah skema karir milenial. Akibat dari populernya Youtube, banyak generasi muda yang memilih profesi sebagai kreator konten ketimbang menjadi profesi lain seperti guru, polisi, dsb.

Siklus reward yang sangat menjanjikan yang ditawarkan Youtube (baik dari jumlah penonton, pelanggan hingga iklan) pun benar-benar menarik minat generasi muda untuk berlomba-lomba menjadi kreator di platform tersebut. Ditambah banyaknya kreator yang sukses berpenghasilan di usia yang masih muda, membuat semangat generasi muda makin yakin tentang berkarir di Youtube.

Antara Biaya dan Lama Studi
Untuk menjadi seorang guru atau dosen diperlukan pengetahuan yang luas. Selain itu, tingkat pendidikan tertentu seperti S1, S2 atau bahkan S3 menjadi tolak ukur seseorang dapat mengajar baik di jenjang sekolah atau universitas. Hal ini penting agar seorang pengajar dapat menyampaikan pengetahuannya dengan baik kepada siswanya. Agak aneh bukan apabila seorang guru yang pendidikan terakhirnya SMA/SMK mengajar siswa SMA? atau, dosen yang bergelar S1 mengajar mahasiswa yang sedang menempuh S2?

Oleh karenanya, seorang pengajar/ pendidik diwajibkan untuk berstatus minimal S1 dan dosen diwajibkan berstatus S2 atau bahkan S3. Dari sini muncullah dilema tentang lamanya masa studi dari S1-S3. Hal ini akan dirasakan khususnya bagi seorang dosen. Lamanya jenjang S3 dan beban akademik yang berat ditambah beban mengajar di kampus dirasa menyulitkan. Belum lagi besaran biaya untuk kuliah S3 yang juga cukup mahal.

Untuk mengatasi itu, Mantan Menristekdikti Mohamad Nasir di sela seminar World Class Professor (WCP) 2017 mengatakan bahwa pihaknya telah mewacanakan untuk membuat program akselerasi kuliah dari S1-S3 dalam jangka enam tahun saja. Namun tampaknya hingga kini wacana ini belum tampak lampu hijau.

Guru Tidak Lagi PNS
Salah satu faktor yang menjadikan profesi guru atau dosen sebagai primadona adalah guru dan dosen tercantum dalam program CPNS. Bayangan akan kesejahteraan dan tunjangan dari pemerintah khususnya ketika memasuki masa senja menjadi harapan bagi masyarakat. Sayangnya, harapan ini sirna karena pemerintah memutuskan profesi guru dan dosen menjadi salah satu dari sekian profesi yang tidak lagi diprogram sebagai PNS.

Pemerintah mengganti program PNS guru dan dosen menjadi program PPPK. Program ini menerima guru dan dosen dengan metode perjanjian kerja/ kontrak. Dengan kata lain, apabila seorang guru atau dosen pensiun, maka mereka tidak mendapatkan tunjangan hari tua layaknya PNS.

Inilah yang memicu protes keras dari para pahlawan tanpa tanda jasa di seluruh negeri. PGRI sebagai organisasi guru nasional menyampaikan bahwa peniadaan ini dapat menimbulkan gelombang massa dari pada guru dan pendidik. Terlebih ini dapat menurunkan minat milenial untuk menjadi guru di masa depan.

Guru di Negara Lain
Ternyata tidak hanya di Indonesia saja, di negara-negara lain hal serupa pun terjadi. Di Inggris misalnya, serikat guru setempat melaporkan bahwa adanya krisis nasional akibat berkurangnya jumlah pengajar disana. Alasannya pun klise yaitu profesi guru tidak menghasilkan gaji yang cukup dan pemerintah setempat tidak berusaha mensejahterakan nasib guru.

Disisi lain, perbandingan gaji guru di Indonesia dan dunia sangatlah dramatis. Merujuk data berjudul teacher salaries yang diterbitkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), gaji guru tertinggi di dunia ditempati oleh Luxemburg yaitu 600 juta rupiah per tahun atau 50 juta per bulan.

Lalu, di kalangan ASEAN, Singapura menempati tempat pertama negara yang menggaji guru tertinggi, yaitu sekitar 6.000 dolar singapura per bulan (sekitar 61 juta rupiah) dan terendah 2.000 dolar singapura per bulan (sekitar 21 juta rupiah). Ini berarti 11 kali gaji guru di Indonesia.

Lalu, Bagaimana?

Banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengangkat profesi guru menjadi profesi yang membanggakan kembali. Mulai dari memperkenalkan dan mengedukasi siswa tentang peran guru nasional dan internasional, misalnya. Menggenjot prestasi guru dan dosen pun dapat menjadi nilai tambah.

Di sisi lain, pemerintah sebagai pusat, perlu memberikan hak guru dan dosen misalnya mulai memikirkan kesejahteraan guru dan dosen. Guru dan dosen tidak hanya mereka yang sudah jadi PNS melainkan ada pula yang masih berstatus honorer dengan tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata. Hal ini dirasa dapat meningkatkan minat generasi muda dalam melihat profesi guru. Jika tidak, maka siklus ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah. Hal ini wajar bila generasi muda memandang profesi pendidik ini tidak menguntungkan untuk hidup mereka karena manusia tidak akan mencari sesuatu yang tidak dapat menjamin kesejahteraannya.

Sumber:

https://katadata.co.id/ariemega/infografik/5e9a558e972ef/masyarakat-indonesia-anggap-profesi-guru-terhormat

https://mediaindonesia.com/humaniora/236189/minat-jadi-guru-rendah-kemendikbud-ini-warning

https://rri.co.id/nasional/politik/955441/cpns-ditiadakan-minat-jadi-guru-turun

https://bisnis.tempo.co/read/1419871/protes-kebijakan-guru-tak-masuk-pns-ini-isi-surat-pgri-ke-pemerintah?page_num=2

--

--